Mengenal Kumbang Bombardier dan Meriam Kimia Kaustiknya yang Mematikan

Indonesains.id - Untuk melindungi diri dari pemangsa, beberapa spesies telah mengembangkan mekanisme pertahanan yang cerdas. Contohnya kumbang kecil yang satu ini: kumbang pengebom atau biasa dikenal dengan kumbang bombardier, yang memiliki senjata kimia dalam tubuhnya.

Kumbang bombardier telah beralih ke perang kimia, beberapa di antaranya bahkan menggunakan seni melarikan diri secara ekstrem dan eksplosif.

Apa itu kumbang bombardier?

Ada ratusan spesies kumbang bombardier yang hidup di seluruh dunia, ditemukan di setiap benua kecuali Antarktika. Mereka adalah kumbang tanah kecil (Carabidae) yang biasanya dapat ditemukan di serasah daun dan di bawah batu di hutan dan padang rumput.

Kumbang bombardier dan beberapa kerabatnya dikenal menggunakan strategi pertahanan kimia.

Mengenal Kumbang Bombardier dan Meriam Kimia Kaustiknya yang Mematikan
Kumbang Brachinus yang ditemukan di Taman Nasional Leesylvania di Virginia, AS. Genus ini merupakan salah satu kelompok serangga yang disebut kumbang bombardier. (Kredit: Judy Gallagher/Flickr)


"Banyak kumbang menggunakan bahan kimia hanya karena bau atau rasanya menjijikkan," jelas Max Barclay, Kurator Senior yang bertanggung jawab atas koleksi kumbang di sebuah Museum.

Di Inggris, Charles Darwin bahkan pernah menjadi korban pertahanan kimia yang digunakan oleh spesies kumbang tanah yang berkerabat dekat dengan kumbang bombardier. Ia merinci pengalamannya dalam sebuah surat kepada naturalis Leonard Jenyns pada tahun 1846:

“Di bawah sepotong kulit kayu, aku menemukan dua buah Carabi (aku lupa yang mana) dan menangkap seekor dengan masing-masing tangan, ketika tiba-tiba aku melihat seekor Panagaeus cruxmajor (kumbang tanah salib); aku tak sanggup melepaskan salah satu Carabiku, dan kehilangan Panagaeus sama sekali juga tak ingin, sehingga dalam keputusasaan, aku dengan lembut mencengkeram salah satu Carabi di antara gigiku, ketika, dengan rasa jijik dan sakit yang tak terkatakan, binatang kecil yang tak berperasaan itu menyemprotkan asamnya ke tenggorokanku...”


Max melanjutkan, "Ada sejumlah kumbang berkerabat yang telah mengembangkan sistem pencampuran dua zat kimia. Kumbang bombardier adalah yang telah menerapkannya secara ekstrem."

Baca Juga:

Mekanisme pertahanan kimiawi bervariasi di antara spesies kumbang bombardier. Beberapa mengeluarkan zat kimia secara halus, seperti sekresi berbusa Metrius contractus yang menempel di tubuh kumbang saat dilepaskan dari perut. Jika diserang dari depan, ia dapat menggerakkan busa tersebut ke arah kepalanya melalui jejak pada sayap luarnya yang mengeras (elytra).

Namun, kumbang bombardier yang paling terkenal adalah yang menggunakan ledakan untuk mempertahankan diri. Dengan bunyi letupan yang terdengar, kumbang ini menyemprotkan campuran zat kimia yang mendidih dan menjengkelkan kepada predator yang terlalu dekat. Kumbang ini memiliki banyak amunisi dan dapat dengan cepat menembakkan zat kimia mereka berulang kali.

Bagaimana kumbang bombardier bertahan dari ledakan kimianya sendiri?

Dalam pertahanan kumbang bombardier eksplosif, reaksi pencampuran kedua bahan kimia tersebut sangat eksotermik. Semburan yang dilepaskan kumbang diperkirakan mencapai suhu 100°C yang membakar. Namun, bagaimana makhluk sekecil itu bisa membawa bahan kimia yang bereaksi begitu hebat?

Max menjelaskan, "Kedua bahan kimia tersebut—satu hidrogen peroksida dan yang lainnya hidrokuinon—disimpan dalam kantung kecil terpisah. Kumbang ini memiliki ruang di bagian belakang perutnya untuk mencampurnya."

Kumbang hanya akan mencampur kedua bahan kimia tersebut tepat pada saat dibutuhkan untuk mempertahankan diri, dan campuran tersebut hampir seketika disemburkan dengan kuat dari ujung perutnya. Ruang reaksi yang kuat di bagian belakang kumbang melindungi organ-organ internal serangga lainnya dari kerusakan.

"Bahkan jika terjadi ledakan yang tidak disengaja, ledakan itu akan keluar dari bagian belakang kumbang, mengeluarkan bunyi "pop", dan langsung menembakkannya ke udara. Itu tidak akan membahayakan kumbang," kata Max.

Cairan panas yang dihasilkan kumbang bersifat iritan, dilepaskan dalam semburan cepat, alih-alih sebagai aliran yang terus-menerus. Beberapa kumbang memiliki kemampuan bidik yang luar biasa.

Kumbang bombardier Afrika (Stenaptinus insignis) dapat memutar perutnya untuk menyemprotkan semprotannya ke hampir segala arah sebagai respons terhadap ancaman, bahkan menargetkan titik-titik di punggungnya sendiri. Para ilmuwan telah menduga bahwa keahlian menembak yang luar biasa ini mungkin telah berevolusi untuk memberi kumbang peluang bertarung melawan musuh seperti semut yang dapat menyerang dari segala arah.

Ancaman dari kodok yang lapar

Kumbang bombardier telah mengembangkan mekanisme pertahanan yang tak terbantahkan, tetapi terkadang mereka dapat disambar oleh predator yang lebih besar. Namun, ketika ini terjadi, beberapa dari mereka siap untuk bertahan.

Salah satu predator yang harus diwaspadai oleh kumbang bombardier adalah kodok. Kodok adalah predator penyergap, dengan mudah menangkap dan menelan hewan yang lebih kecil dari mereka, biasanya invertebrata seperti kumbang.

Jika mangsanya dilindungi secara kimiawi, kodok mungkin akan langsung memuntahkan makanannya. Namun, jika mereka menelan hewan beracun, kodok dapat membalikkan perutnya untuk memuntahkan apa yang telah dimakannya.

Mengenal Kumbang Bombardier dan Meriam Kimia Kaustiknya yang Mematikan
Kodok adalah predator kumbang pengebom. Dalam sebuah percobaan, para ilmuwan memberi makan kumbang bombardier kepada kodok biasa Jepang (Bufo japonicus) untuk mempelajari bagaimana kumbang dan kodok bereaksi. (Kredit: Yasunori Koide/Wikimedia Commons)


Sebuah studi menemukan bahwa kumbang bombardier memiliki tingkat kelangsungan hidup yang sangat tinggi ketika ditelan oleh kodok, dan hal ini tampaknya merupakan hasil dari pertahanan mereka yang eksplosif.

Para ilmuwan memberi makan kumbang bombardier Asia dewasa (Pheropsophus jessoensis) kepada dua spesies kodok. Meskipun kodok akan dengan cepat menangkap dan menelan kumbang tersebut, 43% memuntahkannya antara 12-107 menit kemudian.

Para ilmuwan menentukan bahwa kumbang tersebut menggunakan pertahanan kimiawi mereka saat berada di dalam perut kodok. Hal ini mendorong kodok untuk meninggalkan makanan terakhir mereka dengan membalikkan perut mereka. Kumbang menyemprotkan cadangan kimiawinya sampai habis sebelum tertelan semuanya dicerna oleh kodok.

Ditemukan bahwa tampaknya ada hubungan antara peluang lolos dan ukuran predator serta mangsa. Kumbang yang lebih besar lebih sering lolos dari kodok, dan kodok yang lebih kecil lebih mungkin mengalami respons muntah.

Kumbang yang dikeluarkan terlihat tertutup banyak lendir, menunjukkan bahwa mereka telah berhasil masuk ke sistem pencernaan kodok. Namun, bagaimana mereka menghindari pencernaan tidak diketahui secara pasti. Mungkin kumbang bombardier telah mengembangkan toleransi yang tinggi terhadap cairan lambung amfibi, atau zat kimia yang dikeluarkan kumbang dapat mengurangi kemampuan kodok untuk mencernanya.

Dalam penelitian ini, semua kumbang yang selamat setelah ditelan masih aktif ketika dikeluarkan, dengan lebih dari 93% bertahan hidup setidaknya selama dua minggu setelah percobaan berakhir. Selain itu, menelan kumbang tidak berakibat fatal bagi kodok mana pun yang terlibat.

Video di bawah ini memperlihatkan bagaimana kumbang bombardier beraksi menyemprotkan zat kimianya ke predator yang berusaha menangkapnya.



Interaksi dalam video di atas menyoroti dinamika ekologi di mana kumbang bombardier, meskipun ukurannya kecil, dapat menjadi predator yang tangguh. Perilaku ini merupakan bagian dari konteks yang lebih luas di mana kumbang ini, berperan dalam mengendalikan populasi serangga, berkontribusi pada keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem.

*****

Posting Komentar

2 Komentar

  1. ngeri juga ya kalo ngebayangin ukurannya sebesar manusia

    BalasHapus
    Balasan
    1. jangan mas, bahaya kalo ukurannya seperti manusia.

      Hapus